Ia hanya dapat menjelajahi bagian Selatan dari daerah Batak, sebabnya masyarakat Batak di bagian Utara menghalanginya dari masuk ke pedalaman. Perjalanan ke daerah Batak juga dipersulitkan oleh akibat perang Paderi, yang baru berakhir pada tahun 1838 dan meninggalkan pada suku Batak suatu trauma terhadap orang dari luar. Perjalanan kaki Junghuhn melalui hutan belantara dan pegunungan di daerah Batak pada waktu itu sangat melelahkan dan penuh jerih payah. Tenaga fisik dan psikis Junghuhn dan para pendampingnya ditantang secara sangat berat. Dari 17 bulan, yang ia berada di daerah itu, ia terpaksa menjaga tempat tidur selama sepuluh bulan untuk merawat kakinya yang terkena sakit parah.
Dalam segala tulisannya ia menunjukkan simpati besar kepada orang Batak. Ia menghargai tinggi keramahan mereka terhadap orang tamu, spontanitasnya, keramah-tamahannya dan juga keterbukaannya. Ia mengagumi bahasa baku mereka, tetapi tidak dapat memahami kenapa mereka menggemari kanibalisme. Agaknya kanibalisme mereka cuma sebuah legenda, yang disebarluaskan oleh masyarakat Batak sendiri untuk menghalangi orang-orang luar dari masuk ke daerah mereka. Juni 1842 Junghuhn kembali di Batavia. Pemerintah kolonial Belanda menugaskan dia dengan pengukuran topografis Jawa Barat, kemudian juga Jawa Timur. Mei 1845 ia diangkat resmi sebagai anggota Natuurkundige Commissie di Batavia. Dari gubernur jenderal Rochussen ia bertugaskan mencari tempat di pulau Jawa, di mana dapat ditambang batubara.
No comments:
Post a Comment